
Kendari — Menteri Pergerakan BEM Universitas Muhammadiyah Kendari, Ade Andri Prayogi, menanggapi kasus yang menimpa seorang guru honorer di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Baito, Konawe Selatan.
Guru tersebut, Supriyani, ditahan oleh Badan Penegak Hukum (BPH) setelah dilaporkan oleh orang tua murid, yang juga seorang polisi, atas tuduhan pemukulan terhadap anaknya.
Kasus ini bermula dari teguran Supriyani kepada salah satu muridnya yang berujung pada laporan dari orang tua murid tersebut. Supriyani membantah tuduhan pemukulan dan menegaskan bahwa ia hanya memberikan teguran sebagai bagian dari tugasnya mendidik.
Upaya mediasi telah dilakukan oleh Supriyani dengan mendatangi rumah orang tua murid tersebut, namun, menurut pengakuannya, orang tua murid meminta uang sebesar Rp 50 juta agar kasus ini tidak dilanjutkan ke pihak berwajib. Meski merasa tidak bersalah, Supriyani kini ditahan di Lapas Perempuan Kelas III Kendari, dan akan menjalani sidang pertama di Pengadilan Negeri Konawe Selatan pada 24 Oktober 2024.
Ade Andri Prayogi menyatakan keprihatinannya atas apa yang ia sebut sebagai tindakan diskriminalisasi terhadap seorang guru honorer. Ia juga menilai perbuatan orang tua murid tersebut sangat tidak pantas, terutama terkait permintaan uang untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan.
“Menurut Pasal 39 ayat 1 dan 2, Pasal 40, serta Pasal 41 dalam PP No. 74 Tahun 2024 tentang Guru, seharusnya Supriyani tidak bisa dituntut dan harus mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan perannya sebagai pendidik,” tegas Ade.
Ia juga mendesak agar Supriyani diberikan penangguhan penahanan selama proses persidangan berjalan hingga adanya putusan dari Pengadilan Negeri Konawe Selatan.
Di akhir pernyataannya, Ade Andri Prayogi mengimbau Polda Sulawesi Tenggara dan Polres Konawe Selatan agar lebih tegas dalam penegakan hukum di wilayah tersebut. “Kami akan melakukan konsolidasi secara kelembagaan dan terus mengawal kasus ini hingga tuntas,” pungkasnya.